LANGITNEGRI, TANJUNG REDEB – Sengketa lahan antara Yayasan Al Itisham dan masyarakat Biatan Ilir akhirnya dimediasi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau di ruang rapat Dinas Pertanahan Berau, pada Kamis (12/3/2025). Sengketa itu berimbas pada penolakan keberadaan yayasan yang bergerak di bidang agama dan pendidikan tersebut oleh Kepala Kampung Biatan Ilir, Abdul Hafid.
Mediasi dipimpin Asisten I Bidang Pemerintahan Sekretariat Kabupaten (Sekkab) Berau, M Hendratno, didampingi Kepala Dinas Pertanahan dan Kepala DPMK Berau. Hadir perwakilan Yayasan Al-Itisham, Kepala Kampung Biatan Ilir, dan perwakilan masyarakat Biatan Ilir.
Dalam mediasi tersebut, Hendratno mendengar tuntutan Rapat Luar Biasa Kampung Biatan Ilir, yang nenolak keberadaan yayasan di kampung tersebut. Padahal, ia menilai keberadaan yayasan merupakan sumber berkah yang harusnya keberadaannya disyukuri. Apalagi tidak ada pelanggaran atau penistaan yang dilakukan pesantren.
“Jangan hanya karena masalah lahan, kita justru menolak pesantren dan pendidikan di sana,” katanya.
Setelah menyimak keterangan dari kedua belah pihak, Hendratno menyimpulkan bahwa permasalahan ini tidak hanya masalah tanah, tapi juga masalah pengurus yayasan yang lama dan yang baru.
“Kami dalam mediasi ini hanya fokus pada masalah lahan, kalau ada masalah asmara di internal yayasan tolong diselesaikan secara internal dan jaga kondusivitas,” harapnya.
Lebih lanjut ia juga mengungkapkan, ada permasalahan dalam proses penyuratan tanah. “Jadi, ini terkait dengan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), tetapi landasan pembuatannya belum terpenuhi,” jelasnya.
Mediasi ini diharapkan dapat membantu menyelaraskan kepentingan kedua belah pihak. Agar mendapatkan solusi terbaik tanpa menghakimi kedua belah pihak.
Sementara Kakam Biatan Ilir Abdul Hafid, dalam mediasi dengan tegas mengatakan menolak keberadaan yayasan karena dianggap meresahkan.
Ia menjelaskan, pada awalnya, yayasan yang terlibat dalam pengelolaan lahan tersebut mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk rekomendasi kepala kampung sebelumnya pada tahun 1998. Namun, seiring berjalannya waktu ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan peraturan, terutama terkait penggunaan lahan yang dianggap tidak dimanfaatkan secara optimal oleh pihak yayasan.
“Sebenarnya yang terjadi bukan masalah yayasan itu sendiri, tapi pengurusnya. Pihak yayasan mendeklarasikan diri sebagai ahli waris. Akhirnya warga jadi bingung, apakah memang ada ahli waris dari yayasan itu sendiri,” ujarnya saat ditemui usai menghadiri mediasi.
Lebih lanjut, Hafid menjelaskan, selama ini ada upaya mediasi yang dilakukan oleh pemerintah kampung untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Pada awalnya, lahan tersebut dikelola oleh almarhum Ustaz Rahmat, yang kemudian digantikan oleh saudaranya. Namun, sengketa baru muncul setelah meninggalnya Ustaz Rahmat.
Terpisah, Pihak Yayasan Shiddiq Rajab menyanggah pernyataan Kakam Biatan Ilir yang dianggap tidak sesuai fakta. Mengenai ahli waris yayasan, ia menyebut sebenarnya itu persepsi. Pihaknya sudah berulang kali meyampaikan bahwa yayasan bukan harta pribadi yang bisa diwariskan.
“Ketua pembina Yayasan adalah ustadz Muhammad Rajab Patadangi sekaligus pendiri, sedangkan saya sendiri Siddiqi Rajab anggota pembina Yayasan, semua itu jelas dalam struktur organisasi dan akta notaris Yayasan,” ungkapnya.
Dikatakannya, berbagai upaya mediasi yang selama ini dilakukan Kakam menurut persepsi pihaknya adalah upaya untuk mengatur dan mengendalikan yayasan. Karena itulah pihak yayasan tidak lagi ingin menghadiri mediasi yang dilakukan kampung, karena sudah mengetahui tujuan utama mediasi.
Bahkan ia menyebut berbagai fitnah disebarkan luaskan oleh oknum di grup whatsapp kampung dan wali santri pondok pesantren untuk menjatuhkan citra yayasan dan pengurusnya.
“Sampai bantuan dari perusahaan untuk pesantren dan yang bersumber dari ADK melalui Kampung dihentikan oleh kakam,” ungkapnya.
“Dan kami juga melihat bahwa dalam pertemuan yang dilakukan banyak melibatkan masyarat lain yang tidak ada hubungannya dengan permasalahan ini, sebagaimana tertera dalam daftar hadir yang beredar di group WhatsApp sehingga menjadi pertanyaan bagi kami ada apa sebenarnya?”paparnya.
Mewakili Yayasan, Shiddiq berharap agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh oknum yang seolah-olah berbicara untuk kepentingan orang banyak. Padahal mempunyai maksud-maksud tertentu demi kepentingan.
Mengenai 14 surat lahan warga yang dianggap bersengketa, ia mengakui bahwa tidak mempermasalahkan sepanjang memang itu haknya.
“Yayasan tidak menseketakan lahan warga tersebut,” katanya. Sementara lahan yayasan yang sudah puluhan tahun dimanfaatkan warga sampai saat ini, yayasan juga belum pernah mempermasalahkan selama bukan untuk dimiliki.
Dirinya dan pengurus lainnya mencurigai ada konspirasi lain dibalik upaya ini, hingga mengganggap yayasan meresahkan dan menolak keberadaan yayasan di Biatan Ilir. Terutama berkaitan masalah lahan yayasan yang selama ini diincar oknum terntentu untuk kepentingan pribadinya.
Pihak yayasan pun ditegaskannya siap mengikuti mediasi selanjutnya oleh Pemkab Berau, dengan menyiapkan dokumen pendukung atas lahan yayasan.(mnh)