Para perwakilan tim media paslon Sri-Gamalis dan Madri-Agus mengakui bahwa media sosial menjadi salah satu saluran kampanye mereka. TikTok dan Instagram menjadi platform paling ramai.
Dua platform tersebut dinilai yang paling banyak menarik masyarakat. Akan tetapi, kebanyakan pengguna berasal dari masyarakat di sekitar perkotaan Tanjung Redeb saja.
Mengenai strategi kampanye kedua paslon di medsos, sama-sama berfokus terhadap dua hal, yaitu kampanye positif serta counter kampanye negatif.
Menanggapi aktivitas tim media kedua paslon di pilkada Berau, Ketua Divisi Teknis Penyelenggara, KPU Berau, Samuel B. Sattu mengatakan bahwa kampanye di media sosial pada dasarnya sah-sah saja. Asalkan mematuhi regulasi yang telah ditentukan. “Yang penting tidak melanggar UU ITE,” sebutnya.
“Mereka juga diwajibkan untuk mencantumkan dana yang dikeluarkan untuk iklan media sosial dalam laporan akhir rekening dana kampanye,” paparnya.
Dalam platform Instagram, TikTok hingga Facebook adu gimik antar paslon terus muncul dalam beranda. Keduanya sama-sama membuat konten terkait program yang akan dijalankan.
Untuk paslon Madri-Agus yang kontennya dibuat oleh akun bernama mamabecce di TikTok menawarkan perubahan untuk Berau.
“Butuh perubahan pilih MPAW calon bupati kab.berau,” tulisnya dalam caption dengan tagar menyala abang ku.
Sementara paslon Sri-Gamalis yang kontennya menampilkan persiapan debat publik dalam akun TikTok San_Gun menawarkan berbagai program baru dan yang telah dijalankan selama masa jabatannya.
“Gacor memang 02,” tulisnya dalam caption postingan tersebut dengan tagar sragam.
Peta Akun Media Sosial Beriklan dari Sri-Gamalis dan Madri-Agus
Perusahaan Meta mengeluarkan fasilitas Meta Ads Library yang bisa diakses publik. Melalui situs tersebut, masyarakat bisa melihat akun-akun yang menggunakan fasilitas iklan di platform Meta, termasuk biaya yang dikeluarkan.
Menggunakan Meta Ads Library untuk memetakan akun media sosial beserta pengeluarannya yang terafiliasi dengan Sri-Gamalis dan Madri-Agus, dari beberapa akun yang memiliki iklan Meta di Kaltim, terdapat dua akun yang menampilkan konten-konten mengenai Madri Agus, serta satu akun yang menampilkan konten-konten mengenai Sri-Gamalis.
Ketika ditotal, pengeluaran yang telah dikeluarkan akun-akun yang terafiliasi dengan Madri-Agus sekitar Rp 128 juta, sementara akun yang terafiliasi dengan Sri-Gamalis berjumlah Rp 2 juta.
Jumlah pengeluaran mereka bak langit dan bumi. Bahkan, pengeluaran terbanyak justru dikeluarkan oleh akun Madri Pani di Facebook, yang mencapai Rp 121 juta.
Narasi dominan yang diiklankan oleh akun-akun terafiliasi dengan Sri-Gamalis banyak menampilkan mengenai kampanye dengan tagline Lanjutkan dan Tuntaskan.
Sedangkan, untuk akun terafiliasi dengan Madri-Agus banyak menampilkan kampanye terkait perubahan untuk Kabupaten Berau.
Membentuk Citra lewat Dunia Maya
Akademikus Ilmu Komunikasi dari Universitas Mulawarman, Silviana Purwanti, menyebutkan bahwa wajar apabila calon kepala daerah memanfaatkan media sosial dalam berkampanye. Media sosial, khususnya yang dinaungi platform Meta, dapat memetakan demografi audiens yang disasar secara tepat. Baik secara usia maupun geografis daerah.
“Tinggal memakai dashboard profesional untuk mendeteksi penyebarannya,” ucapnya.
Akan tetapi, biaya yang dikeluarkan untuk kampanye digital tak bisa semata-mata dilihat dari iklan yang disediakan oleh Meta. Peran buzzer atau pendengung dalam meramaikan kolom komentar konten pasangan calon yang lebih rumit untuk dipetakan juga patut dicermati.
“Pendengung itu, ‘kan, ibarat suara dengung yang kemudian akan memancing kita untuk melihat,” jelasnya. Keberadaan buzzer, sebutnya juga dapat ‘merekayasa’ algoritma sehingga menaikkan konten-konten tertentu.
Ia menegaskan bahwa media sosial hanya dapat memoles citra. Pertemuan secara langsung, sebutnya lebih efektif.
“Calon kepala daerah mesti menyampaikan visi misi mereka secara langsung kepada rakyat, bukan hanya diwakili oleh tim sukses,” tegasnya. (dez)